Pendengar nurani yang di Rahmati Allah..
Namaku
Ana, sejujurnya sangat sulit bagiku menceritakan kisah hidupku, namun
ku merasa akan banyak manfaat yang dapat kalian petik, Insyaallah.. aku
hanya ingin menceritakan lika-liku perjalananku keimanan dalam
hidupku. Semoga setelah mendengarnya kalian tidak salah kaprah terhadap
organisasi islam disekitar kalian.
Aku
terlahir dari keluarga yang mempunyai latar belakang agama yang baik.
Ayahku seorang pegawai yang sukses dalam karirnya di usia muda dia
telah mencapai pangkat yang tinggi di tempat ia bekerja, ayahku juga
seorang Da’i kadang dia dipanggil ustadz karena kebiasaannya mengisi
ceramah dan khutbah dimana-mana. Ibuku hanya seorang Ibu Rumah Tangga
biasa yang melimpahkan kasih sayangnya pada kami semua. Hidupku begitu
sempurna, seakan kebahagian hanya ada dalam keluarga kami, dari sisi
materi dan pendidikan aku dan kakakku tak pernah kekurangan, walau
begitu, ayah dan ibu selalu mengajar kami hidup sederhana, dan dari
segi ruhiyah, kasih sayang begitu malimpah dari mereka, pendidikan
agamapun bagitu tercukupi. Allah begitu melimpahkan RahmatNya dalam
keluargaku..
Namun
ketika Ayah meninggal dunia, meninggalkan kami semua yang masih dalam
masa mencari jati diri, ada sedikit perubahan dalam hidup kami, yang
dulunya Ayah sebagai tempat kami menanyakan segala sesuatu telah tiada,
kondisi ekonomipun mulai goyah, namun ternyata Allah tak pernah
meninggalkan kami. Kembali Dia tetap menjaga kami agar tetap terjaga
dalam kehidupan yang Dia Ridhoi. Yah, kakak-kakakku mulai mengenal
islam lebih dalam dengan mengikuti berbagai kegiatan islami di sekolah
dan kampusnya, mereka mulai sedikit demi sedikit merubah penampilannya,
jilbabnya makin lebar, dan mulai sibuk dengan kegiatan yang mereka
sebut Tarbiyah. Waktu itu aku masih kecil jadi belum mengerti, dan tak
begitu ambil pusing, namun ketika aku masuk SMU, awalanya aku adalah
gadis yang tomboy dan cuek, namun berkat kegigihan seorang seniorku dia
selalu mengajakku mengikuti ta’lim dan kajian-kajian di sekolah,
hingga akhirnya akupun bergabung dengan mereka, kalompok kajian yang
bermanhaj salaf.
Sungguh
saat itu, ghirohku untuk mengenal islam begitu besar, semua majelis
ilmu ku datangi, SMU ku dulu yang begitu ketat terhadap
organisasi-organisasi islam bahkan melarang siswanya membentuk
organisasi islam di sekolah, namun bagiku itulah tantangannya, dan
berkat Rahmat Allah dan atas izinNya, Aku dan beberapa teman akhwat dan
ikhwan berhasil mendirikan ROHIS (Rohani Islam) di dalamnya, dengan
aku sebagai ketua keputriannya. Dalam sekejap, ROHIS mempunyai peminat
yang begitu banyak, bahkan guru-gurupun mulai mendukung kami. Dan
Cintaku pada jalan Dakwah semakin besar..
Beberapa
tahun kemudian aku tamat, dan mulai kuliah, Alhamdulillah Allah
selalu menjagaku, di dunia kuliah yang begitu sibuk kembali Allah
mempertemukanku dengan Akhwat-akhwat semanhaj, akupun kembali bergabung
dengan mereka, sungguh dakwah telah menjadi pilihan hidupku saat itu,
kembali dalam Lemabaga dakwah kampusku aku begitu bersemangat melakukan
tugas-tugas dakwah, menjalankan amanah-amanahku, bahkan tak sedikit
kagiatan-kegiatan besar kuketuai, dan atas izin Allah kemudian Dia
menempatkanku pada posisi puncak diLembaga Dakwah Kampusku sebagai
ketua.. Alhamdulillah..
Namun
ternyata Allah Maha Benar, Keimanan Manusia akan ada kalanya turun.
Aku bukan manusia yang sempurna, dengan kadar keimanan yang selalu
tinggi. Aku sampai pada kondisi jenuh, lelah, aku di hadapkan pada
sebuah kondisi dimana amanah dakwah yang semakin menumpuk dan
mebutuhkan perhatian besar dariku, disisi lain tugas kuliah yang
semakin menggila, dan lebih-lebih orang tua yang menuntutku segera
menyelesaikan kuliahku. Aku sampai pada titik lelah yang amat sangat,
aku bosan dengan semua rutinitasku, walau begitu aku tetap menjalaninya
meski tak seghiroh yang dulu, namun semua amanahku kuselesaikan dengan
baik, setidaknya itu menurutku. Jujur waktu itu aku begitu bingung,
kesibukanku di kampus dan forum terlebih aku kuliah di fakultas
tersibuk karena tugas praktikum yang luar biasa, membuatku tak punya
waktu dirumah, amanah dirumah tak mampu kuselesaikan, semua
terbengkalai sehingga tak jarang ibu dan kakakku jengkel melihatku yang
sama sekali tak ada waktu dirumah, bahkan aku jarang pulang karena
lebih banyak menghabiskan waktu di sekertariat forum.
Hingga
sampai pada akhir kepengurusanku. LPJ mulai di adakan, namun ada hal
dalam LPJ yang membuat hatiku begitu sakit, selama LPJ aku merasa tak
ada satupun salam kepengurusanku yang kulakukan dengan benar, ada saja
keritik pedas dari Pembina dan bawahanku, bahkan tak sedikit yang
menganggap kepengurusanku paling kacau dari semua forum, Allah..
benarkah semua amanahku telah kutelantarkan? Benarkah bawahanku tak ada
yang kuperhatikan? Sungguhkah semua pengorbananku selama ini yang
kuanggap telah sampai pada puncak usahaku tak sedikitpun berarti di
hadapan mereka? Lalu apa gunanya semua yang kulakukan jika ternyata
hasilnya hanya rasa terdzolimi dari bawahan-bawahanku karena merasa
kepemimpinanku yang tak becus. Lalu apa gunanya kukorbankan kuliahku
yang sengaja kutunda selesainya karena harus menunggu berakhirnya
amanahku di forum. Namun saat itu, semua ku terima dengan hati lapang.
Bagiku apapun yang ku lakukan sama sekali bukan untuk mengharap pujian
dari manusia, yang ku inginkan adalah Ridho Allah, bukankah Allah tak
melihat hasil? Namun yang Dia lihat adalah proses dan usahaku selama
ini.
Namun,
sakit hati pada akhwat yang sedang berusaha ku tepis kembali ku
rasakan, mereka lagi-lagi menyakitiku, dengan kalimat-kalimat kasar
yang mungkin bagi mereka adalah tegas, tapi tidak bagiku. Membuat
aturan-aturan yang menghendaki semua perhatianku tercurah pada forum
dengan alasan, inilah jalan dakwah yang jalannya penuh terjal dan
berliku. Kuakui itu benar, namun mudah baginya mengatakan jika kalian
jauh dari orang tua, sedangkan aku tak sama, birulwalidainku tetap
harus kujalankan pada ibuku yang merupakan orang tuaku satu-satunya,
yang saat ini telah renta dan sakit-sakitan, aku harus membantu
pekerjaannya, menjaganya ketika sakit, dan semua hal yang mereka tak
mampu mengerti. Betapa sulitnya aku meminta izin untuk tak menghadiri
rapat ketika aku harus menjaga ibu yang sakit, atau ketika ku harus
menggantikan ibu ke pasar sehingga aku terlambat ke rapat, namun ketika
ku katakana alasanku sama sekali tak ada wajah simpati atau mendoakan
ibuku yang ku dapatkan adalah wajah kesal karena keterlambatanku. Dan
yang paling menyedihkan ketika ibuku sakit, sakit rematiknya membuatnya
tak mampu bergerak, aku sama sekali tak bisa meninggalkannya karena
harus di bopong ke mana-mana, sehingga amanahku hari itu tak dapat ku
jalankan, akhirnya aku menghubungi beberapa akhwat untuk
menggantikanku. Namun apa yang ku dapat? Tak ada satupun yang mau
membantuku. Hatiku hancur kala itu. Di mana ukhuwah yang kau
gembar-gemborkan? Dan aku mulai ragu dengan jalan yang ku ambil.
Benarkah forum yang kuperjuangkan selama ini? Adakah dalam ajaran Rosul
yang mereka lakukan itu? Sungguhkan aturan dan amanah membuat mereka
jadi sekaku itu? Benarkah jalanku selama ini?
Aku
kecewa, hingga kuputuskan untuk keluar dari jalan dakwah ini. Kutolak
semua amanah yang diberikan padaku,ku hindari semua pertemuan dengan
akhwat, tak peduli apapun yang mereka katakan, aku hanya ingin menjadi
anak yang tak durhaka pada orang tuaku, ku curahkan semua perhatianku
pada keluargaku yang selama ini telah ku abaikan, dan betapa bahagia
ibuku ketika ia mulai mendapatkanku lebih banyak menghabiskan waktu
bersamanya. Ibuku semakin sehat, wajahnya kembali bersemangat. Dan
akupun mulai fokus pada kuliahku hingga dalam waktu singkat dapat
kuselesaikan dan mencapai gelar sarjana.
Namun
tetap ada yang hilang dalam hidupku, aku merindukan jalan dakwah itu,
namun juga hatiku menolak dengan sangat untuk kembali, trauma pada
semua perlakuan mereka padaku, aku takut dengan segala aturan yang
mereka buat yang membuatku merasa seakan tercekik dan tak ada kehidupan
dengan keluargaku, bahkan aku sampai pada rasa trauma dan takut
bertemu dengan akhwat, tiap berpapasan atau melihat mereka dari jauh,
aku sangat takut dan ingin lari. Dan kuputuskan untuk betul-betul lari
dari mereka, aku melanjutkan pendidikanku ke pulau jawa.
Disini,
di tempat yang baru ini, ku rasakan kebebasan yang amat sangat, aku
kini bebas dari semuanya, bebas dari segala aturan yang seolah
mencekikku, bebas dari semua tekanan dan tatapan sinis mereka karena
sedikit saja kesalahanku, bebas dari amanah-amanah yang membelitku… dan
ku berjanji pada diriku untuk lebih fokus pada kuliahku, pada semua
tugas-tugas kampusku.. target selesai dengan presdikat cumlaude harus
aku pegang. Den benar saja, semua kuliah dengan mudah ku ikuti,
pelajaran yang bagi sebagian temanku sulit dapat ku selesaikan dengan
mudah, sehingga tak jarang mereka berkumpul di kos ku untuk memintaku
mengajarkan kembali pada mereka. Alhamdulillah, aku senang sekali, mata
kuliah yang hampir 80% mahasiswanya tak lulus dapat dengan mudah ku
lalui. Namun, ada yang hilang dalam diriku, selalu ada yang kurang
yang ku rasa, tiap kali ku tebangun di pagi hari, aku merasa mendapati
diriku bukan diriku seutuhnya… ada sesuatu yang kosong dan hampa di
balik semua prestai yang ku raih, sikap dan pergaulanku kadang tak
terkontrol, bercanda dengan akrab dengan lawan jenis, walau tetap ada
jarak yang ku pasang karena masih melekat dengan erat di otakku konsep
pergaulan dalam islam, tapi tetap saja banyak batasan yang telah di
langgar, semua karena siri ini telah merasa tak ada lagi akhwat yang
dapat menegurku, tak ada lagi mereka yang dapat menjagaku, yah, aku
merindukan sosok-sosok itu, sangat rindu, saudari-saudariku di sana,
rindu pada semua kesibukan kami ketika mengerjakan semua amanah dakwah
itu. Walau kadang begitu lelah yang kami rasa, tapi tetap saja tiap
tetes keringat yang dulu ku keluarkan bagaikan sebutir berlian di
akhirat kelak, walau dengan kantuk yang amat sangat kami tetap harus
memaksakan mata terbuka ketika harus mabit dan musyawarah hingga dini
hari, namun semua ku lalu dengan semangat yang begitu berbeda, ada
tujuan yang begitu besar di sana. Dan ghiroh itu yang begitu kurindukan.
Namun sekarang tak lagi kurasakan, aku rindu pada lingkaran majelis
dzikir itu, dalam naungan para malaikat, walau panas membakar, namun di
sisni di hati begitu sejuk mendengarkan untaian kalimat suci yang
mebakar semanagat ibadah kami. Aku sangat merindukan itu semua, pada
suara lembut murabbiyahku, pada kalimat-kalimat teduh ustazd-uztadzku,
pada salam hangat dan pelukan cinta sudari-saudariku.
Aku
rindu, dan kuputuskan mencari tempat tarbiyah di sini dipulau jawa
ini. Dan Alhamdulillah aku menemukannya, walau harus memulai dari awal
tapi tak mengapa, kembali ku rasakan indahnya majelis-majelis itu lagi.
Namun itupun tak dapat ku jalani dengan baik karena jadwal yang selalu
bertabrakan dengan jadwal kuliahku. Berada di tengah akhwat-akhwat
baru serasa aku begitu terasing, namun tetap saja keramahan mereka
tetap sama bahkan mereka jauh lebih lembut mungkin kerena suku mereka
yang memeng terkenal berperangai lembut, namun entah tetap jasa rasa
rinduku pada akwat-akhwatku yang dulu belum terobati, terlebih selama
kepergianku ke jawa tak satu pun dari mereka yang menghubungiku,
termasuk murabbiyahku dan Pembina forumku, tak satupun yang menanyakan
kabarku, padahal hati ini begitu merindukan mereka, akupun malu untuk
menyapa mereka lebih dahulu, mengingat aku yang tiba-tiba menghilang
dari mereka, aku malu karean aku tau aku yang salah, dan aku piker
mereka pun sedang marah padaku, aku takut namun juga sangat rindu.
Akhirnya
aku berhasil menyelesaikan kuliahku kurang dari 1 tahun, Alhamdulillah
targetku lulus dengan predikat cumlaude dapat terwujud, aku
mendapatkan nilai yang sangat memuaskan, Segala puji bagi Allah yang
memudahkan jalanku. Dan ini berarti pula waktuku kembali, yah kembali
pada bagian hidup yang kemarin aku lari darinya, dan aku harus siap
untuk menghadapinya. Aku pulang, namun diluar dugaanku, awalnya ku
menyangka mereka pun merasakan rindu padaku seperti yang kurasakan, ku
pikir mereka akan segera menenmuiku atau paling tidak menghubungiku
ketika tahu aku telah kembali, namun ternyata tidak, tak ada yang
menemuiku kacuali akhwat-akhwat yang merupakan sahabat dekatku. Hal ini
membuatku enggan untuk kembali berkumpul dengan mereka, entah ada rasa
sedih tiap kali melihat mereka dari jauh, bahkan aku takut untuk
menyapa mereka, aku takut mereka memperlakukanku dengan dingin,
terlebih pada akhwat-akhwat yang mengenalku di forum dan
Pembina-pembinaku, apa kata mereka bila bertemu denganku? Akankah
mereka marah padaku atau menyindirku dengan kalimat yang pedas kerena
amanah-amanah yang telah ku terlantarkan? Aku tetap saja menghindari
mereka, bahkan aku tak berani mengikuti tarbiyah lagi, aku tak mau
kecewa lagi..
Namun
Allah tetap selalu menjagaku, tetap menjaga hatiku dalam dien ini.
Rasa rindu pada tarbiyah tak dapat lagi ku bending, kadang aku menangis
sendiri di kamar, melihat diriku ini, dengan busana syar’I namun
ternyata ilmuku begitu dangkalnya, akankah imanku mampu bertahan bila
ku tak segera mengikat diriku kembali dalam lingkar majeliz dsikir itu?
Aku tahu syaitan begitu pandai mejerumuskanku, begitu halus
bisikannya, menelusup ke hatiku dan mengadu domba ku dengan
saudari-saudariku, ku muhasabah semua yang telah ku lewati dalam
linangan air mata yang tak terbendung, dan ku menemukan. Sungguh tak
ada yang salah dengan saudariku, aku tahu aku yang begitu lemah yang
seharusnya mampu bijaksana dengan semua sikap apapun dari mereka,
karena betapapun mereka menyakitiku, aku sangat yakin, tak sedikitpun
dari mereka yang ingin menjerumuskanku, namun syaitan begitu pandai
menjerumuskanku dalam jurang prasangka. Sungguh aku sangat merindukan
kalian, dank u meminta maaf pada kalian, terhadap segala prasangka,
amarah, dan kekecewaan yang tak pantas ku lakukan pada kalian.. aku
menyadari kalian bukanlah malaikat yang suci, kalian manusia yang tetap
saja akan mempunyai kesalahan. Begitu pula diriku.. dan satu hal yang
ku yakin dari kalian, hati mu, hati ku, hati kita telah Allah ikat
dalam sebuah ikatan yang begitu indah, begitu erat, yaitu persaudaraan
dalam islam.. Sudariku aku akan kembali, berjuang bersama kalian,
mengukir nama-nama kita dalam barisan penegak dien ini. Tanpa
prasangka, tanpa dendam,hanya cinta pada Allah dan Menghgarapkan Ridho
Allah..
Pendengar
nurani yang DiRahmati Allah, hari ini aku telah kembali seutuhnya
dalam barisan dakwah ini, sungguh nikmat apa lagi yang lebih indah dari
pada nikmat iman dan islam, dan ikatan apa yang lebih indah selain
ikatan yang diikat oleh Allah yaitu mencintai kerenaNya. Dan kembali
kini ku temukan diriku yang utuh dalam lingkaran majelis dzikir yang
diliputi para malaikat, dengan semangat seperti dulu.. Allahu Akbar..
Labbaikallah..
Untuk
sudari-sudariku yang telah memilih menjauh dari kami, aku pun pernah
kecewa seperti kalian, tapi ketehuilah kita hanya manusia, lapangkan
hatimu dan sungguh, tangan-tangan kami tatap terbentang menyambut
kalian, bagaimanapun rupa kalian saat ini, kami juga rindu.. Sungguh
semua amarah adalah tipu daya syaitan, kembalilah, kami tetep disini
menunggumu, tak aka nada yang berubah..
Ana, 211110 Makassar…
Nurani-satrio herlambang